Friday, March 29, 2013

Edisi Spesial

Beberapa Tulisan Gue yang diLombakan

KASIH IBU SEPANJANG MASA

Apa yang kamu lakukan jika hari ini hari terakhirmu bersama Ibumu?

            Panggil gue Aryo, gue dulu masih bersekolah SMA kelas 1 di Bandung, waktu itu adalah liburan sekolah yang dimana gue selalu menyempatkan diri balik ke Bekasi untuk menjenguk ayah dan ibu gue, karena sekolah gue yang berasrama jadi kesempatan untuk bertemu ayah dan ibu gue cuma disaat hari-hari libur gue yang mungkin cuma sebentar banget, kalau untuk hari biasa gue cuma libur hari minggu saja dan itu hanya dikasih batas waktu keluar asrama dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore, seandainya gue telat balik ke asrama maka untuk minggu depannya gue kena hukuman nga bisa keluar asrama.

            Hari ini gue di Bekasi, seperti biasa gue selalu tinggal di rumah, bermain bersama adik gue yang waktu itu masih bersekolah SMP kelas 2 di Jakarta dan abang gue yang udah tinggal di Bandung bareng nenek gue karena kuliah disana, saat-saat itu gue lewati dengan suka cita bermain bersama keluarga kecil gue, ibu gue yang sayang banget sama gue itu selalu memanjakan gue di setiap keadaan gue, ketika gue belum makan, ketika gue belum mandi dan ketika gue lagi sakit, ibu gue selalu ada di samping gue, ibu gue sangat peduli banget sama kondisi gue.

            Sampai pada akhirnya gue harus balik lagi ke Bandung karena liburan gue di Jakarta telah habis, gue inget waktu itu pada saat gue harus pergi meninggalkan ibu gue ke Bandung, gue dan ayah gue sudah sempat masuk ke mobil terlebih dahulu, mobilpun sudah sempat beranjak keluar dari garasi, ibu dan adik kecil gue menunggu di depan pintu rumah gue dan ibu guepun tiba-tiba menangis sedih yang jarang terlihat sebelumnya ketika gue mau balik ke Bandung, ibu gue meneteskan air matanya, guepun keluar dari mobil dan mendatangi ibu gue sembari berkata 'Mamah kenapa menangis?', 'Aryo cepat pulang ya, mamah kangen', 'Iya mah, Aryo pasti balik koq' dan ibu gue mencium kening gue sebelum akhirnya gue harus berpamitan meninggalkan ibu dan adik kecil gue.

            Hari-haripun gue lewati di sekolah berasrama gue di Bandung, sekolah semi-militer yang memiliki cara pendidikan seperti tentara itu membuat gue tidak betah buat tinggal disana, gue sempat berfikir buat pindah sekolah karena mungkin sekolah ini terlalu keras buat gue yang predikatnya waktu itu masih anak mami, anak rumahan yang kaget akan didikan keras ala tentara yang menjadi dasar pendidikan di sekolah berasrama itu, bangun pagi jam 4, sholat subuh bersama, setelah itu kita diwajibkan untuk olah raga pagi setelah sholat subuh, selesai olah raga pagi, kita hanya dikasih waktu 10menit buat mandi, setelah mandi kita makan pagi bersama di ruang makan, setelah makan bersama, kita persiapan apel menuju sekolah yang masih berada satu daerah dengan asrama, masjid dan ruang makan.

Apa yang kamu lakukan jika hari ini hari terakhirmu mendengar suara Ibumu?

            Setelah malam tiba seperti biasa kita selalu menyempatkan untuk sholat Maghrib dan sholat Isya berjama'ah, setelah sholat Maghrib tiba-tiba gue teringat tentang ibu gue, gue yang biasa berbaur bareng temen-temen gue, sekarang gue menyendiri memikiran ibu gue yang sedang sakit parah, gue terus memikirkannya sembari mendoakannya semoga ibu gue lekas sembuh dan gue nga tau kenapa kalau malam itu yang ada dipikiran gue cuma ibu dan ibu gue saja, gue terus berdoa supaya tuhan selalu ada di samping ibu gue.

            Setelah selesai shalat Isya berjama'ah kita menuju ruang makan buat makan bareng, dan seperti biasa setelah selesai makan, kita dikasih waktu bersantai sebentar di depan kantin, ngobrol bareng temen-temen dan ada juga kedai telepon untuk menelepon sanak saudara di luar sana karena kita tidak diperbolehkan untuk membawa HP, rencananya malam itu gue mau menelepon ayah gue perihal gue mau pindah sekolah karena gue nga betah bersekolah di sekolah berasrama ini, guepun mengantri di kedai telepon yang hanya ada tiga bilik dan selalu dipenuhi siswa-siswa yang menyempatkan menelepon keluarganya di kampung.

'Teeeeet.... Teeeeet.... Teeeeeeet.... Hallo....' Akhirnya tersambung ke ayah gue.
'Hallo pah, ini Aryo, pah aku mau pindah sekolah aku nga betah sekolah disini'
'Kenapa? dibetah-betahin aja, jangan pindah-pindah' ayah gue yang orangnya keras terkadang susah mengerti keadaan gue dan gue yang selalu dekat sama ibu gue, terkadang gue selalu dimanja yang berlebihan sama ibu gue, tapi gue selalu bandel sama ibu gue.
'Pah, aku udah bener-bener nga betah, aku mau pindah' Malam itu gue menangis
'Yaudah, kamu coba betah-betahin dulu, bapak masih sama mamah kamu di rumah sakit, nanti kalau ketemu kita obrolin lagi ya, kamu mau ngomong sama mamah nga?'
'Nga pah.. pokoknya aku mau pindah' dipikiran gue saat itu hanya cuma ingin pindah sekolah
'Udah kamu ngomong dulu sama mamah kamu' ayah gue memaksa gue.
' Aryooooooooo...' ibu gue menyapa gue di sebrang telepon dan gue tidak membalas apa-apa, gue langsung menutup telepon di kedai telepon tersebut dan langsung membayar.

            Setelah menelpon ibu gue akhirnya gue balik ke asrama karena jam bersantai setelah makan malam kita sudah selesai, kegiatan selanjutnya adalah belajar malam, yang dimana para siswa kelas 1, 2 dan 3 diwajibkan belajar bersama di asrama lantai paling atas, beberapa guru pembimbing datang untuk membantu para siswa yang mungkin butuh bantuan dalam pelajaran yang kurang, guepun selalu mengisi waktu belajar malam gue untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan guru gue setiap harinya.

            Selesai belajar malam kegiatan yang rutin selanjutnya dilakukan adalah ronda malam yang dimana para siswa dicek kebersihan kamarnya oleh para senior, hukuman akan diberikan oleh senior apabila ternyata kamar yang dicek masih kotor atau tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada, biasanya saat inilah yang kita sebut sebagai ajang penyiksaan oleh senior terhadap junior, ruangan kita terdiri dari dua koridor dan setiap koridor terdiri dari empat ruangan, setiap ruangan terdiri dari delapan kasur tidur atas bawah, jadi total siswa yang tidur dalam satu ruangan berkisar enam belas orang dan hampir setiap malam para senior menyiksa kita sampai larut malam, sebagai junior kita hanya bisa menerima hal itu.

            Pagi itu gue seperti biasa bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, bercanda-canda bareng teman sekamar menjadi hal yang tidak pernah terlupakan oleh gue kala itu, tiba-tiba pada saat itu wali kelas gue datang menghampiri kamar gue dengan membawa surat izin berlibur, 'Aryo, kamu hari ini ke Jakarta ya sama bapak, ibu kamu sakit parah, dia ingin kamu bisa nemenin ibu di Jakarta' pak Salim namanya, dia seorang guru agama Islam dan juga wali kelas gue yang sangat baik, dia menyampaikan kabar dari ayah gue yang ingin gue cepat-cepat balik ke Jakarta bersama pak Salim.

            Perjalanan ke Jakarta pun dimulai, waktu itu kita masih menggunakan kereta api sebagai sarana transportasi tercepat ke Jakarta, mungkin akan menempuh waktu sekitar 2jam dan berhenti di stasiun Jatinegara, di sepanjang perjalanan, gue masih belum memikirkan hal-hal yang aneh, yang ada gue seneng banget karena bisa liburan ke Jakarta menemui keluarga gue disana, ibu gue yang dirawat di rumah sakit pelni petamburan sering gue temani bareng adik gue kala itu, kitapun rencananya akan menuju rumah sakit pelni petamburan, 'Pak Salim, kita mau kerumah nenek dulu nga?' gue mengajak pak Salim ke rumah nenek gue yang rumahnya berada sejalan dengan arah kita menuju stasiun kereta, 'Oh nga, kita langsung aja ke Jakarta, udah ditunggu ayah kamu di Jakarta', 'Oh.. oke pak Salim', perjalananpun dilanjutkan dengan keadaan pak Salim yang sangat terburu-buru sekali dan gue belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi.

            Sesampainya di stasiun kereta api, gue sama pak Salim langsung memesan tiket ke Jakarta yang alhamdulillah masih tersisa beberapa kursi, sembari menunggu kereta, gue menyempatkan menelpon ayah gue di Jakarta, 'Hallo pah, ibu gimana kabarnya?', 'Aryo cepat pulang ya nak, bapak tunggu di rumah ya nak' ayah gue terlihat sambil menangis menelpon gue dari sebrang sana, 'Iya pah, aku sudah di stasiun kereta bareng pak Salim', setelah menelpon, gue menyempatkan sarapan sebelum kereta gue berangkat, membeli beberapa makanan kecil untuk disantap di dalam kereta, pak Salim pun sudah menunggu di dalam kereta dengan muka yang tidak biasa, seperti sedang memikirkan sesuatu, gue yang waktu itu masih kecil belum bisa berfikir terlalu jauh, gue hanya berfikir akan berlibur ke Jakarta dan ingin pindah sekolah.

            Keretapun sudah mulai melakukan perjalanannya, gue duduk bersebelahan dengan pak Salim di dalam kereta, saat itu kondisi masih seperti biasa, pak Salim masih terlihat serius sekali, tidak biasanya pak Salim terlihat seperti ini, guepun menyempatkan tidur sejenak di dalam kereta, sampai akhirnya gue terbangun dan tiba-tiba terfikirkan kembali tentang ibu gue, gue bertanya-tanya tentang ibu gue, gimana kondisi ibu gue, kalau ibu gue meninggal bagaimana, apakah ibu gue bisa cepet sembuh dan pertanyaan-pertanyaan lainnya di otak gue yang terus bertanya sepanjang perjalanan di kereta api sampai akhirnya gue tertidur kembali di kursi gue, gue melihat pak Salim masih dengan keseriusannya.
Apa yang kamu lakukan jika hari ini hari kamu melihat kalau ibumu telah tiada?

            Sesampainya di stasiun kereta api Jatinegara, kita langsung mencari transportasi tercepat yaitu taxi, tidak seperti biasanya, pak Salim terlihat buru-buru sekali saat itu dan gue hanya bisa berfikir semua akan baik-baik saja, di seperjalanan pulang tidak ada tanda-tanda yang terjadi, kita melewati jalan seperti biasanya menuju rumah gue di Bekasi, ayah gue sudah menunggu disana dan gue belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

            Kita masih berada di dalam taxi dan kita sudah hampir sampai ke depan komplek rumah gue, sesampainya di depan komplek rumah gue, gue melihat bendera kuning yang bertuliskan nama ibu gue, saat itu pula gue mengeluarkan air mata, gue menangis seakan tidak bisa meluapkan rasa kesedihan gue yang mendalam, gue menangis seakan gue belum pernah menangis sebelumnya, gue tidak bisa menanhan diri gue yang terlalu sedih saat itu, gue nyaris pingsan.

            Sesampainya di belokan dekat rumah gue, bendera kuning makin menghiasi jalan ke arah rumah gue, semakin gue melihat bendera kuning yang bertuliskan nama ibu gue, semakin gue menangis sedih, baju gue sudah dipenuhi air mata gue yang tak terbendung lagi saat itu, taxipun sampai di depan rumah gue, dengan terburu-buru gue langsung membuka taxi dan melihat kerumunan orang di rumah gue yang kala itu sedang melayat ibu gue, gue melewati mereka acuh, gue melihat tubuh ibu gue yang sudah dibalut dengan kain kafan tergetak di depan ruang tamu rumah gue bersama keluarga gue lainnya, gue menghampiri dengan tangis gue yang masih bercucuran saat itu, gue mencium kening ibu gue dan hanya bisa merelakan ibu gue harus kembali pelukan ke tuhan yang maha esa.

            Pak Salimpun masuk dan memanjatkan doa-doa, serta surat Yasin yang diikuti oleh para pelayat yang membacakan surat Yasin mengikuti pak Salim di rumah gue, gue hanya bisa berdoa sembari menangisi kepergian ibu gue yang terlalu cepat, gue masih banyak berbuat salah dan belum meminta maaf ke ibu gue yang selama ini mencintai gue dengan sepenuh hati tanpa pamrih, gue belum sempat membalas budi ibu gue yang selama ini selalu peduli sama gue disaat gue susah dan sakit, dan gue belum bisa menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua gue tapi ibu gue sudah harus pergi terlalu cepat, gue terus tangisi karena gue menyesal telah menjadi anak yang tidak patuh dan selalu nakal terhadap ibu gue, tetapi ibu gue selalu menasehati gue dengan senyuman.

            Adzan Zuhurpun tiba, kita segera menuju masjid untuk menyolatkan ibu gue yang telah kembali ke pangkuan yang maha kuasa dan menuju tempat pemakaman yang tidak jauh dari rumah gue, gue melihat sekitar gue banyak sanak saudara yang datang serta teman-teman gue yang mencoba menghibur gue yang saat itu sedang bersedih, sesampainya di tempat kuburnya, gue mengadzankan ibu gue untuk yang terakhir kalinya di dalam liang lahat, proses pemakamanpun selesai dan gue masih tergeletak lemas berada di daerah pemakaman ibu gue yang berangsur mulai sepi karena harus balik lebih awal, gue masih menunggu di dekat makam dan terus mendoakan ibu gue.

            Kepergian ibu gue yang terlalu cepat menjadikan luka yang mendalam buat gue, tetapi gue harus merelakan semua itu karena sudah menjadi takdir yang maha kuasa untuk ibu gue pulang secepat ini, gue menyesal karena tidak berbakti sepenuhnya kepada ibu gue ketika ibu gue masih ada di dunia dan penyesalan hanya datang belakangan, sekarang gue mengerti bagaimana rasanya ditinggalkan orang yang sangat gue sayangi dan gue mengerti rasanya penyesalan yang teramat sangat dari kepergian orang yang sangat gue sayangi sampai saat ini, banyak orang yang tidak menyadari bahwasanya kasih sayang seorang ibu itu tidak akan bisa dibalas dengan apapun, ketika ibu masih ada kita selalu menyia-nyiakannya dan ketika ibu sudah dipanggil yang maha kuasa kita baru menyadari bahwa sebenarnya kasih sayang seorang ibu itu sepanjang masa, i love you mom.

- Sebaik-baiknya cinta yang kamu miliki, tidak akan pernah lebih baik dari cinta yang diberikan oleh Ayah dan Ibumu -


No comments:

Post a Comment